BANYAK dari gejala dan keluhan fisik dapat ditimbulkan akibat stres mental yang menyerupai penyakit fisik yang kita kenal. Mampu membedakan antara gejala fisik dan gejala akibat stres atau cemas merupakan hal yang sangat penting untuk pengobatan yang tepat. Penelitian di bidang psikosomatik telah semakin maju sehingga dapat memberikan penjelasan tentang apa yang sebenarnya terjadi dan bagaimana pengaruh kekuatan pikiran terhadap tubuh fisik kita.
Psikosomatik
Kedokteran psikosomatik adalah bagian dari bidang ilmu neuropsikiatri. Berasal dari kata psyche (psikis/jiwa; pikiran dan perasaan) dan somatic (tubuh; fisik), psikosomatik berarti bagaimana jiwa seseorang memengaruhi fisiknya. Jika pikiran seseorang yakin dan percaya bahwa tubuhnya tidak sehat, gejala dapat muncul menyerupai gejala fisik yang sebenarnya.
Pada awal abad ke-20, Franz Alexander memulai teorinya tentang kedokteran psikosomatik. la mempelajari tentang dinamika dan interaksi antara pikiran dan tubuh. Belakangan, Sigmund Freud, seorang neurolog yang rnerupakan pelopor dalam ilmu jiwa menjadi sangat tertarik dengan penyakit yang disebabkan problem pada mental. Ada pula Georg Groddeck yang pada waktu yang bersamaan melakukan studi tentang pengobatan gangguan fisik dengan cara-cara psikologis. Sejak itu, banyak ilmuwan telah melakukan berbagai penelitian yang menjadi dasar berkembangnya ilmu kedokteran psikosomatik.
Stres yang akut (mendadakdan hebat) atau kronis (menahun), keduanya dapat mencetuskan berbagai perubahan biokimia di dalam tubuh seseorang yang akan mempengaruhi hemodinamik tubuh seseorang, menghasilkan berbagai gejala dan keluhan fisik atau mernperparah yang sudah ada. Gejala yang paling sering muncul, antara lain gangguan pencernaan (misalnya kembung, perih pada lambung, diare atau sembelit, dan sebagainya), gangguan pernapasan (serangan asma, perasaan sesak, dan sebagainya), gangguan kardiovaskular (misalnya berdebar-debar, gangguan irama jantung, rekanan darah tinggi, sakit kepala, dan sebagainya), gangguan metabolis (peningkatan kadar gula darah), gangguan imunitas (reaksi alergi, rambut rontok, penurunan daya tahan rubuh, dan sebagainya), gangguan pada organ seksual (penurunan kemampuan seksual, keputihan, nyeri menstruasi, siklus menstruasi tidak teratur, dan sebagainya), gangguan pada saraf dan otot (sering kedutan, tics, kesemutan, nyeri punggung atau pinggang, spasmofilia, dan sebagainya), bahkan gangguan dan penyakit yang mungkin sulit unruk dijelaskan secara medis, kecuali menggunakan pendekatan psikosomatik.
Gejala-gejala lain yang meskipun tidak sering, tetapi bisa muncul akibat stres mental antara lain kelumpuhan menyerupai stroke, kelemahan kronis (sindrom kelemahan kronis, chronic fatique syndrome), gangguan penglihatan, dan fibromyalgia (nyeri yang sangat mengganggu, tetapi tidak ditemukan sumber nyeri). [bersambung]