Hari Kesehatan Jiwa Sedunia, “Suicide Prevention” (Bagian 1)

oleh: dr. Luky Thiehunan, SpKJ

SEBUT saja namanya Anita, berusia 29 tahun, ibu dari anak perempuan berusia 5 tahun. Hari itu, dia datang untuk konsultasi dengan keluhan sulit tidur dan mudah emosional. Dia sering melampiaskan kemarahan kepada suami dan kadang anaknya. Setelah itu, ia merasa bersalah. Seminggu kemudian, ia kembali lagi untuk sesi kedua. Suasana perasaannya masih sama, cenderung sedih dan cemas.

Ia mengatakan bahwa suami dan orangtuanya tidak tahu jika ia datang menemui psikiater. Ia takut jika mereka tidak mengizinkannya datang. Ia merasa sendirian di rumah karena tidak ada yang memahami perasaannya. Pertemuan ketiga mood-nya (suasana perasaan) tampak lebih baik. Ia menulis di buku diarinya bahwa ia tidak tahu apa gunanya ia hidup. Namun, ia berjanji akan menceritakan tentang perasaannya kepada suami dan mengajak suami untuk menemaninya pada pertemuan berikut. Dua hari setelah sesi, ia melakukan percobaan bunuh diri dengan minum racun serangga yang sebagian diberikan juga kepada anaknya.

Jika berpikir tentang mereka yang melakukan percobaan bunuh diri, kita mungkin berpikir tentang suatu depresi berat dengan gejala mood yang suram, mengurung diri di kamar berhari-hari, tidak mau bicara dan menolak makan. Namun, sesungguhnya mereka yang merencanakan untuk mengakhiri hidupnya kadang tidak menunjukkan gelagat apa pun juga. Bisa saja pada siang hari mereka tertawa, bercanda dengan keluarga, tetapi malamnya mengambil keputusan untuk bunuh diri.

Alasannya pun kadang tampak sepele bagi kebanyakan orang. Ada anak remaja yang minum pemutih pakaian sewaktu seisi rumah sedang terlelap pada dini hari. Siang itu, ia baru saja dimarahi oleh guru sekolahnya dan dikatakan pemalas dan bodoh. Perkataan itu bukan kali pertama dan tampaknya tidak berdampak apa-apa. Namun, kali itu, ia memutuskan “sudah cukup” dan mengambil tindakan ekstrem. Beruntung nyawanya bisa diselamatkan.

Ada yang memilih untuk tidur di jalan pada dini hari, menunggu kendaraan yang lewat melindas dirinya. Hal ini dilakukan karena penyakit yang dideritanya tidak kunjung sembuh meskipun sudah berobat ke berbagai dokter. Beruntung istrinya menemukannya sebelum terlambat. Dengan pengobatan yang tepat, pria tersebut sudah pulih kembali, baik dari depresinya maupun berbagai keluhan penyakit yang dideritanya. Ada juga yang minum racun rumput (herbicide) setelah orangtuanya melarang dirinya melanjutkan kuliah karena faktor ekonomi. Kali ini, tidak ada pengobatan medis yang mampu menyelamatkannya.

Menurut data WHO, setiap tahun ada 800.000 orang yang meninggal dengan cara bunuh diri. Itu berarti setiap 40 detik, ada 1 orang yang berhasil melakukan bunuh diri. Kita bahkan sudah pernah mendengar nama-nama besar para aktor terkenal, seperti Marilyn Monroe dan Robin William, penyanyi Tommy Page, dan Kurt Cobain, ataupun beberapa selebritas Korea seperti Jonghyun Shinee, dan terakhir Jeon Mi-Seon dengan cara gantung diri. Pada sebagian besar kasus tindakan bunuh diri, apa yang terjadi tidak terduga sama sekali. Beberapa kerabat atau pun sahabat mengatakan seandainya mereka tahu, mungkin mereka bisa mencegahnya terjadi. Benarkah tindakan bunuh diri bisa dicegah dan niatnya bisa diurungkan? (bersambung)

Layer_1(11)
Reservasi
Layer_1(11)
Reservasi

You cannot copy content of this page

Scroll to Top
Chat WhatsApp
1
Butuh Bantuan?
Halo Sahabat Sehat Carolus 🥰

Terima kasih atas kepercayaannya terhadap RS St. Carolus. Kami selalu berkomitmen untuk terus memberikan pelayanan yang berkualitas, dokter & tenaga medis profesional serta, fasilitas lengkap & canggih.