SETIAP kita di muka Bumi ini sedang bergelut menghadapi pandemi Corona Virus Disease-2019 (Covid-19). Pandemi ini sangat berdampak ke berbagai sektor, yaitu kesehatan, perekonomian, pendidikan, manufaktur, pariwisata, transportasi, sosial, dan masih banyak lagi sehingga hal ini rentan menimbulkan banyak persoalan kehidupan.
Pandemi ini juga membuat banyak orang merasa bingung, cemas, takut, dan ada juga yang frustrasi. Sejumlah orang takut dan khawatir tertular Covid-19. Perasaan takut jika tertular dan mengalami perburukan hidup, harus menghadapi kematian seorang diri dan masih banyak pikiran kecemasan yang muncul sehingga bisa saja menimbulkan gangguan. Belum lagi anak-anak yang harus menjalani pendidikan di rumah, ruang bermain dan bersosialisasi dengan teman menjadi terbatas. Yang memiliki anggota keluarga lanjut usia khawatir bagaimana menjaganya karena lansia termasuk kelompok yang rentan. Ketakutan serta kekawatiran inilah yang bisa menimbulkan stres. Faktor lain yang juga mampu menimbulkan stres adalah faktor finansial yang timbul dari dampak perekonomian yang melemah dan banyaknya pemutusan hubungan kerja (PHK).
Stres adalah respons emosional seseorang yang disebabkan masalah eksternal atau ketika menghadapi berbagai persoalan kehidupan. Dalam kadar tertentu, stres dibutuhkan untuk bisa siaga menghadapi ancaman permasalahan. Stres seperti ini disebut eustress atau stres yang normal. Namun, kalau stresnya berkepanjangan dan menimbulkan penderitaan akan berubah menjadi distress dan dapat menimbulkan gangguan kesehatan mental, ini yang harus dihindari.
Cemas salah satu reaksi kita terhadap stres tersebut. Bentuk reaksi kecemasan itu seperti kekhawatiran terhadap sesuatu yang berlebihan, pikiran negatif, dan terkadang pikiran yang tidak masuk akal, tidak bisa rileks, sakit kepala, otot menjadi kaku, kepala pusing, dada berdebar, napas pendek, mual, buang air kecil menjadi lebih sering, diare, susah buang air besar, kewaspadaan meningkat, mudah terkejut, emosi tidak stabil, sensitif, susah tidur, dan sulit konsentrasi. Jika gejala-gejala ini berlangsung hampir sepanjang hari dan mulai menimbulkan gangguan pada aktivitas kita sehari hari atau sudah ditemukan distress dan hendaya, sudah bisa disebut mengalami gangguan kecemasan dan perlu penanganan lebih lanjut untuk menemui profesional yang bergerak di bidang kesehatan jiwa.
Pada masa pandemi ini, banyak perubahan yang terjadi yang bisa juga menimbulkan gangguan penyesuaian jikalau kita tidak bisa beradaptasi. Pada gangguan penyesuaian, ditemukan keadaan-keadaan stres yang subyektif dan gangguan emosional yang biasanya mengganggu kinerja dan fungsi sosial. Gejala gangguan ini bervariasi mencakup afek depresi, cemas atau campuran keduanya. Gangguan penyesuaian ini biasanya terjadi satu bulan setelah terjadi peristiwa yang merupakan stres atau perubahan dalam hidup dan lamanya gejala tidak melebihi 6 bulan. Jika melebihi, diagnosisnya harus disesuaikan dengan kondisi klinis yang ada sekarang. (bersambung)