OSTEOPOROSIS dikenal sebagai “penyakit yang hening”. Kelainan keropos tulang ini tidak akan disadari oleh penyandangnya hingga suatu saat timbul nyeri yang hebat akibat patahnya tulang.Â
Namun, belum banyak diketahui tentang adanya efek jangka panjang yang lebih signifikan, yaitu imobilitas. Imobilitas adalah hilangnya kebebasan bergerak. Jalan kaki, misalnya, adalah aktivitas yang sederhana dan alamiah untuk dilakukan hingga suatu saat patah tulang membuat kita kesulitan melakukannya.Â
Agar dapat menghargai kemampuan bergerak atau mobilitas, kita perlu mencermati mengapa bergerak begitu penting bagi manusia. Ketika mobilitas menurun seiring dengan bertambahnya usia, aspek kesehatan lainnya pun ikut berkurang. Sebagai contoh, ketika bergerak dirasa sulit atau menyakitkan, kita akan berhenti berolahraga. Selanjutnya, berat badan bertambah.Â
Muncul rasa malas sehingga kita berhenti beraktivitas dengan keluarga dan teman, kehilangan harga diri, dan tidak lagi keluar rumah, kecuali diperlukan. Mobilitas tidak hanya masalah kesehatan fisik tetapi juga kesehatan emosional dan mental. Ketika mobilitas menurun, kualitas hidup pun akan berkurang.Â
Lantas, bagaimana mempertahankan mobilitas saat tulang belakang mengeropos dan akhirnya patah? Nyeri hebat akibat patah tulang belakang pada osteoporosis biasanya membaik dalam 6-12 minggu. Fokus pengobatan awal adalah meredakan nyeri dengan istirahat, obat antinyeri, obat antikeropos, korset (ortosis tulang belakang), dan fisioterapi.Â
Korset bertujuan membatasi pergerakan pada area tertentu sehingga nyeri dapat terkendali. Punggung terutama disokong oleh tulang belakang dan otot. Ketika osteoporosis melemahkan tulang belakang, otot bekerja ekstra keras untuk menyokong punggung.Â
Penggunaan korset dapat meringankan kerja dari otot sehingga meredakan nyeri. Korset hanya akan dipakai sementara karena pasien perlu memulai kembali penguatan otot dan tulang melalui fisioterapi. Ketergantungan pada korset akan berdampak buruk secara jangka panjang.Â
Osteoporosis dapat mematahkan tulang, tetapi tidak boleh mematahkan semangat kita untuk dapat terus aktif bergerak. Dengan penanganan yang tepat, nyeri patah tulang dapat dikontrol. Kita pun bisa segera kembali beraktivitas rutin. (Bersambung)Â
Artikel karya Dr. dr. Ifran Saleh, SpOT(K)Spine dan dr. Maria Florencia Deslivia, SpOT, PhD ini telah terbit di Harian Kompas pada 14 Januari 2024.Â