RINITIS (radang selaput lendir hidung) atau sering kita menyebutnya sebagai pilek atau selesma, merupakan kondisi yang sering terjadi tidak hanya di kalangan orang dewasa, tetapi juga anak-anak dan bayi. Kondisi ini terdiri atas gejala hidung berair, tersumbat, bersin-bersin, dan/atau hidung gatal, juga sering kali terdapat gejala demam dan batuk yang menyertainya. Anak-anak bisa mengalami episode pilek ini sebanyak 6–10 kali tiap tahunnya, bahkan sampai 12 kali episode pada anak usia sekolah.
Berdasarkan durasi lama sakit tiap episodenya, rinitis ini dibedakan menjadi dua jenis, yaitu rinitis akut dan kronik. Rinitis dikatakan kronik bila episode sakit berlangsung selama lebih dari 12 minggu, dapat berdampak signifikan pada kualitas hidup anak dan mempengaruhi dinamika anggota keluarganya yang lain. Sedangkan akut, rinitis bersifat swasirna (membaik secara alamiah), pada umumnya disebabkan infeksi virus dan membaik dalam 7–10 hari.
Diagnosis pembanding untuk rinitis sangat banyak dan luas. Namun, rinitis pada anak-anak paling banyak disebabkan infeksi atau alergi. Gejala selesma dapat disebabkan berbagai jenis virus, antara lain rhinovirus, respiratory syncytial virus (RSV), virus influenza, parainfluenza virus, dan adenovirus yang merupakan jenis virus paling sering pada anak-anak usia prasekolah. Penyebaran virus tersebut dapat terjadi melalui inhalasi (menghirup) partikel-partikel kecil di udara, penumpukan droplets pada mukosa saluran napas, bahkan transmisi langsung melalui kontak antar tangan dengan si penderita pilek atau selesma tersebut.
Pengobatan yang bersifat suportif dan simtomatis direkomendasikan untuk meringankan gejala-gejala tersebut, sejauh penyebabnya adalah infeksi virus dan bersifat akut. Tidak ada pengobatan antivirus yang spesifik untuk infeksi virus. Sementara itu, pengobatan antibiotik (antibakteri) tidak diperlukan dalam pengobatan selesma, juga tidak bersifat mencegah terjadinya infeksi sekunder akibat bakteri, justru akan menambah efek samping pengobatan, bahkan akan meningkatkan risiko peluang terjadinya resistensi (kekebalan) terhadap antibiotik. Penggunaan antibiotik ini diperlukan pada kondisi anak yang sudah terbukti terdiagnosis infeksi sekunder bakterial, seperti otitis media, sinusitis, dan pneumonia.
Terapi simtomatis untuk kondisi selesma pada anak antara lain terapi antipiretik berupa acetaminophen (parasetamol) atau ibuprofen yang dapat digunakan dalam mengontrol demam anak dalam beberapa hari awal gejala muncul. Terapi bilas hidung (nasal saline irrigation) dan terapi anti-alergi (antihistamin) dapat membantu mengurangi produksi lendir hidung. Suplemen zinc sulphate, selain dapat memodulasi sel imun tubuh, bersifat sebagai antioksidan dan sebagai agen anti-inflamasi yang dapat mengurangi terjadinya infeksi. Salah satu studi menyebutkan, pemberian suplemen zinc dalam 24 jam pertama dapat menurunkan durasi episode sakit pada anak dengan gejala selesma. Selain itu, pentingnya asupan gizi seimbang, manfaat vitamin D dari paparan sinar matahari pagi aktivitas fisik anak di luar ruangan, juga ASI eksklusif yang sangat dianjurkan dan memiliki banyak manfaat bagi anak. Tidak kalah penting, perlunya mendampingi anak untuk sering mencuci tangan dengan sabun sebagai upaya pencegahan penularan selesma.