SIAPA yang belum pernah dengar tentang radang usus buntu? Pastinya sudah banyak sahabat sehat Carolus yang pernah mendengar tentang radang usus buntu (appendicitis), kan? Apendiks atau usus buntu merupakan bagian dari usus besar yang membentuk cabang berupa kantung sempit. Peradangan pada struktur inilah yang disebut appendicitis.
Appendicitis merupakan penyakit yang umum dijumpai dengan angka kejadian sebesar 233 per 100.000 orang. Siapa yang sering kali terkena? Umumnya terjadi pada populasi dengan rentang usia 5–45 tahun dengan rata-rata pada usia 28 tahun dan ternyata lebih sering terjadi pada laki-laki daripada perempuan.
Mungkin banyak dari kita yang mendengar berbagai isu mengenai hal- hal yang dapat menyebabkan appendicitis. Terlalu banyak makanan pedas, berbaring tidak lama setelah makan, jarang buang air besar, terlalu banyak makan daging, dan masih banyak lagi. Walaupun banyak sekali rumor atau isu, secara umum, masalah utama yang dapat menimbulkan appendicitis yaitu tersumbatnya apendiks. Sumbatan pada appendiks ini dapat terjadi oleh berbagai sebab seperti endapan feses yang mengeras, benda asing, ataupun pembesaran kelenjar getah bening pada daerah tersebut. Sumbatan ini menyebabkan bakteri tertahan dan berkembang biak pada apendiks yang kemudian menyebabkan infeksi. Infeksi serta peradangan pada apendiks ini menimbulkan gejala yang khas berupa munculnya nyeri terus menerus pada daerah perut kanan bawah. Gejala lainnya yang dapat menyertai berupa demam, mual, muntah, tubuh lemas, perubahan pola BAB dan hilangnya nafsu makan.
Kemudian, apa yang dapat dilakukan bila seseorang terkena appendicitis? Secara garis besar tatalaksana appendicitis dibagi dua menjadi surgikal dan non-surgikal. Tatalaksana non-surgikal yaitu pemberian antibiotik yang didukung pemantauan ketat kondisi agar tetap stabil. Namun, cara ini memiliki risiko perburukan yang lebih besar karena appendiks yang meradang dapat semakin membesar dan akhirnya pecah. Pecahnya appendiks ini akan melepaskan bakteri-bakteri usus dan cairan radang dari appendiks ke rongga perut menyebabkan infeksi luas yang disebut peritonitis. Atas alasan inilah tatalaksana baku emas appendicitis adalah pembedahan.
Operasi (appendectomy) dapat dilakukan dengan dua cara yaitu secara terbuka (konvensional) atau secara minimal invasive menggunakan laparoskopi. Masing-masing cara memiliki keunggulan dan kekurangannya masing-masing. Pada kasus appendicitis sederhana, laparoskopi dapat dipilih karena pemulihan yang lebih cepat, memudahkan operator untuk memeriksa keadaan dan meninggalkan bekas luka yang lebih kecil. Namun, pada kasus di mana sudah terjadi komplikasi dari appendicitis, seperti pecahnya appendiks, laparoskopi sering kali tidak memberikan hasil yang optimal. Dengan demikian, sahabat sehat dapat berdiskusi dengan dokter yang merawat mengenai pilihan terapi yang sesuai dengan kondisi individual.
Perawatan serta tindakan yang diberikan kepada Sahabat saat terkena appendicitis, telah dipertimbangkan dan disusun oleh dokter yang bertanggungjawab sesuai dengan kondisi masing-masing. Semoga artikel ini menambah wawasan sahabat sekalian mengenai penyakit appendicitis. Salam sehat!