Tren pemasangan alat ortodontik cekat atau yang biasa dikenal dengan ‘behel’, mulai marak beberapa tahun belakangan ini. Hal ini, kemungkinan berkaitan erat dengan semakin meningkatnya aktivitas penggunaan media sosial di kalangan remaja, bahkan pada orang-orang berusia matang, dan keinginan untuk tampil yang begitu kuat. Kemudian meningkatnya status sosial ekonomi dari masyarakat kebanyakan. Banyak kita jumpai pada saat ini, remaja wanita bahkan pria mengenakan behel pada giginya dan dengan bangga memamerkannya di media sosial yang mereka miliki. Apakah ini sebuah pergeseran makna ortodontik sebagai jenis perawatan di bidang kedokteran, menjadi makna perhiasan yang menunjukkan status di masyarakat? Sepertinya memang sudah terjadi pergeseran itu, dan sangat disayangkan, karena laju penggunaan alat ortodontik cekat ini tidak disertai dengan peningkatan edukasi di dalamnya.
Free Photo | Close up on dentist instruments (freepik.com)
Pemasangan ortodontik yang benar, sebetulnya melewati serangkaian pemeriksaan oleh dokter gigi, untuk identifikasi masalah ortodontik pada pasien tersebut (bila memang ada). Pemeriksaan akan dilakukan berdasarkan keluhan pasien pada saat itu, dan kemudian dilakukan perujukan ke dokter gigi spesialis ortodontik, untuk pemeriksaan lebih lanjut sebelum akhirnya dilakukan pemasangan alat cekat. Tetapi alih-alih, para peminat perawatan ortodontik, seringkali datang kepada ‘ahli’ yang tidak tepat. Beberapa datang ke tukang gigi yang tidak memiliki kompetensi di bidang tersebut. Bahkan, di daerah-daerah di luar ibukota, banyak dijumpai juga fenomena bidan, perawat di area non kedokteran gigi, bahkan insinyur teknik, mereka juga melayani praktek pemasangan behel secara ilegal. Disebut ilegal tentunya karena pemasangan alat ini, hanya boleh dilakukan oleh tenaga ahli yang memiliki kompetensi resmi di bidangnya, yang secara rutin mengikuti pelatihan-pelatihan baik secara formal, maupun non formal dan dilakukan di fasilitas kesehatan resmi. Pada beberapa kasus yang dijumpai, pemasangan dilakukan dengan menggunakan ‘home service’ (dari rumah ke rumah), dan di salon-salon kecantikan.
Kemudian sebagai akibat dari penggunaan alat ortodontik cekat ini secara ‘masal’ adalah, meningkatnya kasus ‘efek samping’ dari pemasangan alat ortodontik cekat ini, dari skala ringan seperti iritasi kronis pada gusi, atau gigi yang bergerak ke arah yang tidak diinginkan, sampai efek samping yang lebih berat yaitu infeksi bahkan menyebabkan kematian pasien karena sepsis (serangan bakteri pada sistem pertahanan tubuh yang tidak bisa dibendung lagi). Hal ini tentu sangat merugikan pasien secara keseluruhan. B
ukan hanya dari segi biaya dan waktu yang sudah dikeluarkan untuk pemasangan, tetapi juga bila ada resiko yang tidak dapat dipertanggung-jawabkan secara moral, pasien akan mengalami kerugian ganda. Beberapa efek samping yang ditimbulkan dari pemasangan alat ortodontik cekat ini bahkan akan sangat sulit diperbaiki walau dilakukan dengan teknik yang benar oleh profesionalnya.
Kasus-kasus ortodonti sebenarnya, secara awam, dianggap ‘mudah’ karena anggapan yang beredar di masyarakat adalah : susunan gigi yang baik adalah susunan gigi yang rata. Hal tersebut sebagian saja benar, tetapi tidak mencakup keseluruhan tujuan dari perawatan ortodontik (gigi, tulang penyangga gigi, fungsi makan dan bicara, sendi dan pada akhirnya wajah). Lebih jauh dari itu, kelainan-kelainan yang perlu dirawat dengan alat ortodonti cekat sebenarnya lebih rumit dan terkadang sulit dan biasanya memakan waktu yang panjang dan melibatkan kerjasama antarbidang. Misalnya saja, kerjasama dengan spesialis bedah mulut, spesialis jaringan penyangga gigi, dan spesialis gigi tiruan. Jadi, tujuan perawatan ortodontik, tidak hanya mencapai susunan gigi yang rata saja, tetapi banyak sekali sasaran perawatan yang harus diperhatikan, diperbaiki atau minimal, dipertahankan/dicegah supaya tidak menjadi lebih berat. Atau bahkan pasien sebetulnya tidak membutuhkan perawatan ortodontik sama sekali.
Pertanyaan : to ortho or not to ortho, memang akan dijawab oleh dokter spesialis yang akan menangani. Tetapi hal yang pertama-tama bisa dievaluasi oleh pasien sebelum mencari ahli untuk memperoleh pendapat secara profesional adalah sebagai berikut :
- Apakah secara fungsi (makan dan bicara), sistem gigi geligi saya mampu melakukan tugasnya dengan baik? misalnya pada saat makan, dapat mengunyah makanan sampai halus sebelum ditelan, bila berbicara apakah saya terlihat “miring” atau cenderung menghindari posisi tertentu sehingga gigi dan/atau bibir terlihat miring.
- Apakah ada gigi-geligi yang hilang?
- Apakah pada saat pasien melihat wajahnya di cermin, terdapat keadaan wajah yang tidak simetris, atau pernah ada komentar dari orang lain, mengenai simetri wajah pasien.
- Apakah ada gigi-gigi yang bertumpuk sehingga menyebabkan pembersihan gigi dan mulut kurang optimal, apakah kemudian, (dari keadaan ini) sudah muncul keluhan misalnya gusi berdarah?
- Apakah pada saat tersenyum, gusi yang terlihat terlalu lebar/besar, apakah tulang penyangga lengkung gigi terlihat sangat menonjol?
- Apakah ada kelainan dari tampilan profil wajah, misalnya rahang atas yang terlalu maju dibanding rahang bawah (tonggos), atau sebaliknya rahang bawah yang terlihat lebih maju dari rahang atas (cameh)?
Setelah dilakukan evaluasi diri seperti itu, pasien dapat kemudian menghubungi dokter gigi yang biasa dikunjungi untuk mendapatkan pendapat secara profesional, dan kemudian dilakukan perujukan. Konsultasi pertama, bisa juga dilakukan langsung dengan spesialis ortodonti yang memang sudah menjalani program pendidikan sekolah spesialis ortodonti dalam jangka waktu tertentu. Sudah waktunya, dan sudah seharusnya, perawatan ortodontik saat ini bukan lagi dianggap sebagai tren lucu-lucuan, tetapi diperlakukan seperti perawatan untuk memperbaiki kelainan gigi-geligi dan wajah.
Oleh: drg. Luciana, SpOrt